Rabu, 20 Juni 2012

AQIDAH AHLUS SUNNAH



AQIDAH AHLUS SUNNAH
  
Syaikhul Islam Abu Utsman Isma'il Ash-Shabuni
(373 H – 449 H)
 
Beliau adalah sosok Ulama yang gigih menuntut ilmu, pada umur 10 tahun sudah menjadi juru nasehat.

Imam Al-Baihaqi berkata: "Beliau adalah syaikhul Islam sejati, dan imam kaum muslimin sebenar-benarnya".


Yang ada dihadapan pembaca ini merupakan ringkasan, pembahasan yang hampir mirip tidak diulang-ulang serta tidak disebutkan para perawinya.
 
Takhrij hadits yang ada sebagian besar merujuk kepada kitab yang ditahqiq oleh
  Syaikh Badar bin Abdullah Al-Badar 
 



KEYAKINAN ASHHABUL HADITS TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH

[Syaikh Abu Utsman Isma'il Ash-Shabuni berkata]: Semoga Allah melimpahkan taufiq. Sesungguhnya Ashhabul Hadits (yang berpegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah) -semoga Allah menjaga mereka yang masih hidup dan merahmati mereka yang telah wafat- adalah orang-orang yang bersaksi atas keesaan Allah, dan bersaksi atas kerasulan dan kenabian Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam. 

Mereka mengenal Allah subhanahu wata'ala dengan sifat-sifatnya yang Allah utarakan melalui wahyu dan kitab-Nya, atau melalui persaksian Rasul-Nya shallallahu'alaihi wa sallam dalam hadits-hadits yang shahih yang dinukil dan disampaikan oleh para perawi yang terpercaya.

Mereka menetapkan dari sifat-sifat tersebut apa-apa yang Allah tetapkan sendiri dalam Kitab-Nya atau melalui perantaraan lisan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallamshallallahu `alaihi wa sallam. Mereka tidak meyerupakan sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat makhluk. Mereka menyatakan bahwa Allah menciptakan Adam 'alaihissalam dengan tangan-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur'an: "Allah berfirman:

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ....
"Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. (Shaad:75)

Mereka tidak menyimpangkan Kalamullah dari maksudnya-maksud sebenarnya, dengan mengartikan kedua tangan Allah sebagai dua kenikmatan atau kekuatan, seperti yang dilakukan oleh Mu'thazilah dan Jahmiyyah -semoga Allah membinasakan mereka-.

Mereka juga tidak mereka-reka bentuknya atau menyerupakan dengan tangan-tangan makhluk, seperti yang dilakukan oleh kaum Al-Musyabbihah -semoga Allah menghinakan mereka-. Allah subhanahu wa ta'ala telah memelihara Ahlus Sunnah dari menyimpangkan,  mereka-reka atau menyerupakan sifat-sifat Allah dengan makhluk-Nya. Allah telah memberi karunia atas diri mereka pemahaman dan pengertian, sehingga mereka mampu meniti jalan mentauhidkan dan mensucikan Allah 'azza wa jalla. Mereka meninggalkan ucapan-ucapan yang bernada meniadakan, menyerupakan dengan makhluk. Mereka mengikuti firman Allah azza wa jalla:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ  
"tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (Asy-Syuraa:11)

Al-Qur'an juga menyebutkan tentang "Dua tangan-Nya" dalam firman-Nya:

خَلَقْتُ بِيَدَيَّ 
"..yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku.. " (Shaad:75)

Dan diriwayatkan dalam banyak hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyebutkan tangan Allah, seperti kisah perdebatan Musa dengan Adam 'alaihimas salam, tatkala Musa berkata:

"Allah telah menciptakan dirimu dengan tangan-Nya dan membuat para malaikat bersujud kepadamu" (HR. Muslim)


PERNYATAAN ASHHABUL HADITS TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH

Dan demikian juga pernyataan mereka tentang sifat-sifat Allah 'azza wa jalla yang disebutkan dalam Al-Qur'an maupun hadits-hadits yang shahih, diantaranya: pendengaran, penglihatan, mata, wajah, ilmu, kekuatan, kekuasaan, keperkasaan, keagungan, kehendak, keinginan, perkataan, ucapan, ridha, marah, hidup, terjaga, gembira, tertawa, dll. Tanpa menyerupakannya dengan sifat makhluk, tetapi mencukupkan dengan apa yang dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya tanpa menambah-nambahi, mengembel-embeli, takyif, tasybih, tahrif, mengganti, merubah, serta tidak membuang lafadz khabar yang bisa dipahami untuk kemudian ditakwil dengan makna yang salah.

Mereka menafsirkan berdasarkan dzahirnya dan menyerahkan makna sesungguhnya kepada Allah, dan mengatakan bahwasanya hakikat sesungguhnya yang mengetahui hanyalah Allah. Sebagaimana diberitakan oleh Allah tentang orang-orang yang dalam ilmunya:

وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ
" Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal" (Ali-Imran:7
 


Wallahu A'lamu bishshowab...

0 komentar:

Iklan Islami

Radio Dakwah Islam