Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari
Oleh : Al-Qismu Al-Ilmi-Dar Al-Wathan
Dengan menyebut
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah yang telah
mengajarkan kesempurnaan etika kepada manusia dan membuka pintu bagi mereka
untuk mengamalkannya. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada
manusia terbaik yang beribadah dan kembali kepada Allah.
Sesungguhnya Islam benar-benar menaruh
perhatian yang sangat besar kepada manusia di dalam segala perihal dan
urusannya, agama dan dunianya, lapang dan kesulitannya, bangun dan tidurnya, dikala
bepergian dan iqamah, makan dan minum, bahagia dan sedihnya. Tidak ada perkara
kecil ataupun besar apapun yang tidak dijelaskan oleh Islam.
Rasulullah telah menggoreskan buat kita
melalui ucapan dan perbuatannya rambu-rambu etika yang seyogya-nya ditempuh
oleh setiap mu'min di dalam hidupnya. Melalui kepribadiannya yang mulia,
Rasulullah telah menjelaskan kepada kita contoh etika yang seharusnya ditiru.
Maka barang siapa yang menghendaki kebahagiaan, hendaklah ia menempuh jalan
hidup Rasulullah SAW dan meneladani etikanya.
Oleh karena kebanyakan orang pada
akhir-akhir ini yang tidak mengetahui etika-etika tersebut atau butuh untuk
diingatkan kembali, maka kami memandang perlu menyajikannya secara singkat,
dengan iringan do`a kepada Allah semoga amal ini berguna bagi segenap kaum
muslimin.
Semoga shalawat dan salam tetap
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Penerbit
Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur.
Sangat dianjurkan sekali bagi
setiap muslim bermuha-sabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi
segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan
perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah SWT dan jika sebaliknya
maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah
ra
"Bahwasanya Rasulullah SAW tidur
pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan
shalat".(Muttafaq `alaih)
Disunnatkan berwudhu' sebelum tidur, dan berbaring miring
sebelah kanan.
Al-Bara' bin `Azib ra menuturkan
: Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila kamu akan tidur, maka
berwudlu'lah sebagaimana wudlu' untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan
miring ke sebelah kanan..." Dan tidak mengapa berbalik kesebelah kiri
nantinya.
Disunnatkan pula mengibaskan sperei tiga kali sebelum
berbaring.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah
ra bahwasanya Rasulullah ra bersabda: "Apabila seorang dari kamu akan
tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat
tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di
atasnya..." Di dalam satu riwayat dikatakan: "tiga kali".
(Muttafaq `alaih).
Makruh tidur tengkurap.
Abu Dzar ra menuturkan :
"Nabi SAW pernah lewat melintasi
aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi membangunkanku dengan
kakinya sambil bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar),
sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya
penghuni neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Makruh tidur di atas dak terbuka.
Karena di dalam hadits yang bersumber dari
`Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi SAW telah bersabda:
"Barangsiapa yang tidur malam di
atas atap rumah yang tidak ada penutupnya, maka hilanglah jaminan
darinya". (HR. Al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih
oleh Al-Albani).
Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum
tidur.
Dari Jabir ra diriwayatkan bahwa
sesung-guhnya Rasulullah r telah bersabda:
"Padamkanlah lampu di malam hari
apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana
dan tutuplah makanan dan minuman". (Muttafaq'alaih).
Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah,
Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak
hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut.
Membaca do`a-do`a dan dzikir yang
keterangannya shahih dari Rasulullah SAW, seperti :
Allaahumma qinii yauma
tab'atsu 'ibaadaka
"Ya Allah, peliharalah aku dari
adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap hamba-hamba-Mu".
Dibaca tiga kali.(HR. Abu Dawud dan di hasankan oleh Al Albani)
Dan membaca: Bismika Allahumma
Amuutu Wa ahya
" Dengan menyebut nama-Mu ya
Allah, aku mati dan aku hidup." (HR. Al Bukhari)
Apabila di saat tidur merasa
kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a
dengan do`a berikut ini :
" A'uudzu
bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri 'ibaadihi, wa min
hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna."
Aku berlindung dengan Kalimatullah
yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan
dan kehadiran mereka kepadaku". (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al
Albani)
Hendaknya apabila bangun tidur membaca :
((اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ)).
"Alhamdu
Lillahilladzii Ahyaanaa ba'da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru"
"Segala puji bagi Allah yang
telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami
dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)
Segera membuang hajat.
Apabila seseorang merasa akan
buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna
bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat).
Berdasarkan hadits yang bersumber
dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan:
" Bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau
menjauh". (Diriwayat-kan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh
Al-Albani).
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air,
jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz
bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan demikian.
Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang
demikian itu supaya aurat tidak kelihatan.
Di dalam hadits yang bersumber dari
Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan:
"Biasanya apabila Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan)
kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai
shahih oleh Albani).
Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah
kecuali karena terpaksa.
Karena tempat buang air (WC dan
yang serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan
berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan
meremehkannya.
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat.
Berdasarkan hadits yang bersumber dari Abi
Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwasanya Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Apabila kamu telah tiba di
tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula
membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan
tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).
Ketentuan di atas berlaku apabila
di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung /
penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh
menghadap ke arah kiblat.
Dilarang
kencing di air yang tergenang (tidak mengalir).
karena hadits yang bersumber dari Abu Hurairah
Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Jangan sekali-kali seorang
diantara kamu buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir
kemudian ia mandi di situ".(Muttafaq'alaih).
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan,
karena hadits yang bersumber dari
Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
"Jangan sekali-kali seorang
diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia
kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya."
(Muttafaq'alaih).
Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika
sambil berdiri.
Pada dasarnya buang air kecil itu
di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha yang
berkata:
Siapa yang telah memberitakan kepada
kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri,
maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak
pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh
Al-Albani).
Sekalipun demikian seseorang
dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari
percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu
karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia berkata:
"Aku pernah bersama Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di
tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri, maka
akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mende-katlah
kemari". Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata
kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq
alaih).
Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat.
Berdasarkan hadits yang bersumber dari
Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan:
"Bahwa sesungguhnya ada seorang
lelaki lewat, sedangkan Rasulullah saw. sedang buang air kecil. Lalu orang itu
memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan
kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil.
Di dalam hadits yang bersumber
dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata:
"Kami dilarang oleh Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang
dari tiga biji batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau
tulang. (HR. Muslim).
Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
sallam juga bersabda:
" Barangsiapa yang bersuci
menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan."
Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan
keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing.
Dari Anas bin Malik Radhiallaahu
'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata:
"Adalah Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :
اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
"Allaahumma
inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".
Dan apabila keluar, mendahulukan
kaki kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya
Allah).
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat.
Di dalam hadis yang bersumber
dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya
"Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci
dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah.
(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau
melihatnya mengenakan pakaian jelek :
"Apabila
Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan
kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk
lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan
atau sebaliknya.
Karena hadits yang bersumber dari
Ibnu Abbas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan:
"Rasulullah
melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita
yang menyerupai kaum pria." (HR. Al-Bukhari).
Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian
ataupun lainnya.
Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran),
karena Rasulullah Radhiallaahu 'anhu
telah bersabda:
"Barang siapa yang mengenakan
pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian
kehinaan di hari Kiamat." ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh
Al-Albani).
Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau
gambar salib,
karena hadits yang bersumber dari
Aisyah Radhiallaahu 'anha menyatakan bahwasanya beliau berkata:
"Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan
Nabi menghapusnya". (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali
dalam keadaan terpaksa.
Karena hadits yang bersumber dari Ali
Radhiallaahu 'anhu mengatakan:
"Sesungguhnya Nabi Allah
Subhaanahu wa Ta'ala pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di
tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram
bagi kaum lelaki dariumatku". (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh
Al-Albani).
Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata
kaki.
Karena Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda :
"Apa yang berada di bawah kedua
mata kaki dari kain itu di dalam neraka" (HR. Al-Bukhari).
Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menutup seluruh
badannya, termasuk kedua kakinya.
Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (menggusur)
pakaiannya karena sombong dan bangga diri.
Sebab ada hadits yang menyatakan :
"Allah tidak akan memperhatikan
di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong".
(Muttafaq'alaih).
Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam
berpakaian atau lainnya.
Aisyah Radhiallaahu 'anha di dalam
haditsnya berkata:
"Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala
perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci'.
(Muttafaq'-alaih).
Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru
membaca :
اَللَّهُمَّ
لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيْهِ، أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا
صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ.
"Segala puji bagi Allah yang
telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepadaku tanpa daya
dan kekuatan dariku". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh
Al-Albani).
Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih,
katrena hadits mengatakan:
"Pakaialah yang berwarna putih
dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu
..." (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).
Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan,
kecuali bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau
jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau
jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya),
karena larangannya shahih.
Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis,
memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul).
Karena Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan:
"Allah melaknat (mengutuk)
wa-nita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu
alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya
kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah". Dan di dalam riwayat
Imam Al-Bukhari disebutkan: "Allah melaknat wanita yang menyambung
rambutnya". (Muttafaq'alaih).
Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak
sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan
wajah dari orang lain karena takabbur.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
"Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri". (Luqman: 18)
Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun
perempuan.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
"Katakanlah kepada orang
laki-laki beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Yang Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada
wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya...." (An-Nur: 30-31).
Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan
di jalan-jalan manusia, dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau di
tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.
Menyingkirkan gangguan dari jalan.
Ini merupakan sedekah yang
karenanya seseorang bisa masuk surga. Dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu
diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ketika ada seseorang sedang
berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut, lalu
orang itu menyingkirkannya. Maka Allah bersyukur kepadanya dan mengampuni
dosanya..." Di dalam suatu riwayat disebutkan: maka Allah memasukkannya ke
surga". (Muttafaq'alaih).
Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak
dikenal.
Ini hukumnya wajib, karena Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ada
lima perkara
wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya- diantaranya: menjawab
salam". (Muttafaq alaih).
Beramar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib
dilakukan oleh setiap muslim, masing-masing sesuai kemampuannya.
Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), memberikan
bantuan kepada orang yang membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru
serta membela orang yang teraniaya.
Di dalam hadits disebutkan:
"Setiap persendian manusia
mempunyai kewajiban sedekah...dan disebutkan diantaranya: berbuat adil di
antara manusia adalah sedekah, menolong dan membawanya di atas kendaraannya
adalah sedekah atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah
sedekah dan menunjukkan jalan adalah sedekah...." (Muttafaq alaih).
Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan.
Pada suatu ketika Nabi pernah
melihat campur baurnya laki-laki dengan wanita di jalanan, maka ia bersabda
kepada wanita:
"Meminggirlah kalian, kalain
tidak layak memenuhi jalan, hendaklah kalian menelusuri pinggir jalan. (HR. Abu
Daud, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan
yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat.
Semua itu tergolong di dalam
tolong-menolong di dalam kebajikan.
Makruh memberi salam
dengan ucapan: "Alaikumus salam"
karena di dalam hadits Jabir
Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan
bahwasanya ia menuturkan :
Aku pernah menjumpai Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka aku berkata: "Alaikas salam ya
Rasulallah". Nabi menjawab: "Jangan kamu mengatakan: Alaikas
salam". Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: "karena sesungguhnya ucapan
"alaikas salam" itu adalah salam untuk orang-orang yang telah
mati". (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
Dianjurkan
mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya.
Di dalam hadits Anas disebutkan
bahwa: “
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila
ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali"
(HR. Al-Bukhari).
Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan
memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki
memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak,
dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua.
Demikianlah disebutkan di dalam
hadits Abu Hurairah yang muttafaq'alaih.
Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula
menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur.
Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad
disebutkan di antaranya:
"… dan kami pun memerah susu
(binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami
sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka
Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan
orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR.
Muslim).
Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis
dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan:
"Apabila salah seorang kamu
sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah
memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua.
(HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah
sekalipun rumah itu kosong,
karena Allah telah berfirman yang artinya:
" Dan apabila kamu akan masuk ke
suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian" (An-Nur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar
Radhiallaahu 'anhuma :
"Apabila seseorang akan masuk ke
suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu
`alaina wa `ala `ibadillahis shalihin" (HR. Bukhari di dalam Al-Adab
Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC
(buang hajat),
karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu
'anhuma yang menyebutkan
"Bahwasanya ada seseorang yang
lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang buang air
kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR.
Muslim)
Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak,
karena hadits yang bersumber dari
Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan:
Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar
anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang dilakukan
oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).
Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab,
sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam bersabda :
" Janganlah kalian terlebih
dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani....." (HR.
Muslim).
Dan apabila mereka yang memberi
salam maka kita jawab dengan mengucapkan "wa `alaikum" saja, karena
sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam :
"Apabila Ahlu Kitab memberi salam
kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum".(Muttafaq'alaih).
Disunnatkan memberi saam kepada orang yang kamu kenal
ataupun yang tidak kamu kenal.
Di dalam hadits Abdullah bin Umar
Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam :
"Islam yang manakah yang paling
baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang
telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal". (Muttafaq'alaih).
Disunnatkan menjawab
salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang
dititipinya.
Pada suatu ketika seorang lelaki
datang kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu berkata:
Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab :
"`alaika wa `ala abikas salam"
Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur,
seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam
itu jauh jaraknya.
Di dalam hadits Jabir bin
Abdillah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian memberi salam
seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam
mereka memakai isyarat dengan tangan". (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan
oleh Al-Albani).
Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan
saudaranya.
Hadits Rasulullah mengatakan:
"Tiada dua orang muslim yang saling
berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka
berpisah" (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Dianjurkan tidak
menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum
orang yang dijabattangani itu melepasnya.
Hadits yang bersumber dari Anas
Radhiallaahu 'anhu menyebutkan:
"Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak
melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya...." (HR. At-Tirmidzi
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi
penghormatan,
karena hadits yang bersumber dari
Anas menyebutkan:
Ada seorang lelaki berkata: Wahai
Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah
ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
menjawab: "Tidak". Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan
menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan
dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih
oleh Al-Albani).
Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di saat baiat, beliau
bersabda:
"Sesungguhnya aku tidak berjabat
tangan dengan kaum wanita". (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh
Albani).
Hendaknya orang yang akan meminta izin memilih waktu yang
tepat untuk minta izin.
Hendaknya orang yang akan minta izin mengetuk pintu rumah
orang yang akan dikunjunginya secara pelan.
Anas Radhiallaahu 'anhu meriwayatkan
bahwasanya ia telah berkata:
Sesungguhnya pintu-pintu kediaman Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam diketuk (oleh para tamunya) dengan ujung
kuku". (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Hendaknya orang yang mengetuk pintu tidak menghadap ke pintu
yang diketuk, tetapi sebaiknya menolehkan pandangannya ke kanan atau ke kiri
agar pandangan tidak terjatuh kepada sesuatu di dalam rumah tersebut yang
dimana penghuni rumah tidak ingin ada orang lain yang melihatnya.
Karena minta izin itu sebenarnya
dianjurkan untuk menjaga pandangan.
Sebelum minta izin hendaknya memberi salam terlebih dahulu.
Rib`iy berkata:
Telah bercerita kepada saya seorang
lelaki dari Bani `Amir, bahwasanya ia pernah minta izin kepada Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam di saat beliau ada di suatu rumah. Orang itu
berkata: Bolehkah saya masuk? Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata
kepada pembantunya: "Jumpailah orang itu dan ajari dia cara minta izin,
dan katakan kepadanya: Ucapkan Assalamu `alaikum, bolehkah saya masuk?".
(HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
Minta izin itu sampai tiga kali, jika sesudah tiga kali
tidak ada jawaban maka hendaknya pulang.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam telah bersabda:
"Apabila salah seorang di antara
kamu minta izin sudah tiga kali, lalu tidak diberi izin, maka hendaklah ia
pulang". (Muttafaq'alaih).
Apabila orang yang minta izin itu ditanya tentang namanya,
maka hendaklah ia menyebutkan nama dan panggilannya, dan jangan mengatakan:
"Saya".
Jabir Radhiallaahu 'anhu menuturkan:
"Aku pernah datang kepada Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk menanyakan hutang yang ada pada ayah saya.
Maka aku ketuk pintu (rumah Nabi). Lalu Nabi berkata: "Siapa itu?".
Maka aku jawab: Saya. Maka Nabi berkata: "Saya! Saya!" dengan nada
tidak suka." (Muttafaq'alaih).
Hendaknya peminta izin pulang apabila permintaan izinnya
ditolak,
karena Allah telah berfirman yang
artinya:
"Dan jika dikatakan kepada kamu
"pulang", maka pulanglah kamu, karena yang demikian itu lebih suci
bagi kamu". (An-Nur: 28).
Hendaknya peminta izin tidak memasuki rumah apabila tidak
ada orangnya, karena hal tersebut merupakan perbuatan melampaui hak orang lain.
Hendaknya memberi salam kepada orang-orang yang di dalam
majlis di saat masuk dan keluar dari majlis tersebut.
Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu telah
meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah
bersabda:
"Apabila salah seorang kamu
sampai di suatu majlis, maka hendaklah memberi salam, lalu jika dilihat layak
baginya duduk maka duduklah ia. Kemudian jika bangkit (akan keluar) dari majlis
hendaklah memberi salam pula. Bukanlah yang pertama lebih berhak daripada yang
selanjutnya. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al-Albani).
Hendaknya duduk di tempat yang masih tersisa. Jabir bin
Samurah telah menuturkan:
Adalah kami, apabila kami datang
kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka masing-masing kami duduk di
tempat yang masih tersedia di majlis. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Jangan sampai memindahkan orang lain dari tempat duduknya
kemudian mendudukinya, akan tetapi berlapang-lapanglah di dalam majlis.
Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma
telah meriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah
bersabda:
"Seseorang tidak boleh
memindahkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia menggantikannya, akan
tetapi berlapanglah dan perluaslah." (Muttafaq'alaih).
Tidak duduk di tengah-tengah halaqah (lingkaran
majlis).
Tidak duduk di antara dua orang yang sedang duduk kecuali
seizin mereka.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Tidak halal bagi seseorang
memisah di antara dua orang kecuali
seizin keduanya". (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak boleh menempati tempat duduk orang lain yang keluar
sementara waktu untuk suatu keperluan. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Apabila seorang di antara kamu
bangkit (keluar) dari tempat duduknya, kemudian kembali, maka ia lebih berhak
menempatinya". (HR.Muslim)
Tidak berbisik berduaan dengan meninggalkan orang ketiga.
Ibnu Mas`ud Radhiallaahu 'anhu
menuturkan : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Apabila kamu tiga orang, maka dua orang
tidak boleh berbisik-bisik tanpa melibatkan yang ketiga sehingga kalian
bercampur baur dengan orang banyak, karena hal tersebut dapat membuatnya
sedih". (Muttafaq'alaih).
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam telah bersabda:
"Janganlah kamu memperbanyak tawa,
karena banyak tawa itu mematikan hati". (HR. Ibnu Majah dan dinilai shahih
oleh Al-Albani).
Hendaknya setiap anggota majlis menjaga pembicaraan yang
terjadi di dalam forum (majlis).
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Apabila seseorang membicarakan
suatu pembicaraan kemudian ia menoleh, maka itu adalah amanat". (HR.
At-Tirmidzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Anggota majlis hendaknya tidak melakukan suatu perbuatan
yang bertentangan dengan perasaan orang lain, seperti menguap atau membuang
ingus atau bersendawa di dalam majlis.
Tidak melakukan perbuatan memata-matai.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Janganlah kamu mencari-cari atau
memata-matai orang". (Muttafaq'alaih).
Disunnatkan menutup majlis dengan do`a Kaffarat majlis.
Karena Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Barang siapa yang duduk di dalam
suatu majlis dan di majlis itu terjadi banyak gaduh, kemudian sebelum bubar
dari majlis itu ia membaca :
"Maha Suci Engkau ya Allah,
dengan segala puji bagi-Mu; aku bersaksi bahwasanya tiada yang berhak disembah
selain engkau; aku memohon ampunanmu dan aku bertobat kepada-Mu",
melainkan Allah mengampuni apa yang terjadi di majlis itu baginya". (HR.
Ahmad dan At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al- Albani).
Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
"Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian
diantara manusia". (An-Nisa: 114).
Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat didengar, tidak
terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami
oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.
Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu.
Hadits Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam menyatakan:
"Termasuk kebaikan islamnya
seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna". (HR. Ahmad dan
Ibnu Majah).
Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar.
Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu di
dalam hadisnya menuturkan :
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam telah bersabda: "Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu
apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar".(HR. Muslim)
Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekalipun kamu
berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Aku adalah penjamin sebuah
istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan)
sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa
saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan
dinilai hasan oleh Al-Albani).
Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
Aisyah Radhiallaahu 'anha. telah
menuturkan:
"Sesungguhnya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang
yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya".
(Mutta-faq'alaih).
Menghindari perkataan jorok (keji).
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Seorang mu'min itu pencela atau
pengutuk atau keji pembicaraannya". (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab
Mufrad, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam
berbicara.
Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu
'anhu disebutkan:
"Dan sesungguhnya manusia yang
paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang
yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang
mutafaihiqun". Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti
mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang sombong". (HR.
At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu
domba.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
"Dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain".(Al-Hujurat: 12).
Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak
memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya,
tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.
Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah
kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang
menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain
dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan
dan pertentangan.
Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang
rendah orang yang berbicara.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka
(yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan
pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokan). (Al-Hujurat: 11).
Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu
di saat berbeda pendapat. Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan
membela diri dan nafsu.
Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab
Al-Qur'an dan Sunnah. Karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman
yang artinya:
"Dan jika kamu berselisih
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan
Rasul". (An-Nisa: 59).
Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu
dan tidak menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing
perselisihan, yaitu dengan cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan
atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang
lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang.
Berlapang dada di dalam menerima kritikan yang ditujukan
kepada anda atau catatan-catatang yang dialamatkan kepada anda.
Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan
khilafiyah dan fitnah.
Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari
perdebatan, bantah-membantah dan kasar menghadapi lawan.
Hendaknya percandaan
tidak mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah rasul-Nya atau syi`ar-syi`ar
Islam.
Karena Allah telah berfirman
tentang orang-orang yang memperolok-olokan shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa sallam , yang ahli baca al-Qur`an yang artimya:
"Dan jika kamu tanyakan kepada
mereka (tentang apa yang mereka lakukan), tentulah mereka menjawab:
"Sesungguh-nya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja".
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?". Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah
beriman". (At-Taubah: 65-66).
Hendaknya percandaan itu adalah benar tidak mengandung
dusta. Dan hendaknya pecanda tidak mengada-ada cerita-cerita khayalan supaya
orang lain tertawa.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Celakalah bagi orang yang
berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi tertawa. Celakalah
baginya dan celakalah". (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Hendaknya percandaan tidak mengandung unsur menyakiti
perasaan salah seorang di antara manusia.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Janganlah seorang di antara kamu
mengambil barang temannya apakah itu hanya canda atau sungguh-sungguh; dan jika
ia telah mengambil tongkat temannya, maka ia harus mengembalikannya
kepadanya". (HR. Ahmad dan Abu Daud; dinilai hasan oleh Al-Albani).
Bercanda tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih tua
darimu, atau terhadap orang yang tidak bisa bercanda atau tidak dapat
menerimanya, atau terhadap perempuan yang bukan mahrammu.
Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi
tabiatmu, dan jatuhlah wibawamu dan akibatnya kamu mudah dipermainkan oleh
orang lain.
Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau
menilai mereka cacat.
Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan
akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang
sepantasnya.
Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing
dari mereka diberi hak dan dihargai.
Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka,
dan tanyakanlah keadaan mereka.
Bersikap tawadhu'lah kepada orang lain dan jangan merasa
lebih tinggi atau takabbur dan bersikap angkuh terhadap mereka.
Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang
lain.
Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal
mereka.
Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai
mereka.
Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari
kesalahan-kesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.
Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah perdebatan
dan bantah-membantah dengan mereka.
Berdo`a di saat pergi ke masjid.
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas
Radhiallaahu anhu beliau menyebutkan: Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam apabila ia keluar (rumah) pergi shalat (di masjid) berdo`a :
"Ya Allah, jadikanlah cahaya di
dalam hatiku, dan cahaya pada lisanku, dan jadikanlah cahaya pada pendengaranku
dan cahaya pada penglihatanku, dan jadikanlah cahaya dari belakangku, dan
cahaya dari depanku, dan jadikanlah cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku.
Ya Allah, anugerahilah aku cahaya". (Muttafaq'alaih).
Berjalan menuju masjid untuk shalat dengan tenang dan
khidmat.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda:
"Apabila shalat telah
diiqamatkan, maka janganlah kamu datang menujunya dengan berlari, tetapi
datanglah kepadanya dengan berjalan dan memperhatikan ketenangan. Maka apa
(bagian shalat) yang kamu dapati ikutilah dan yang tertinggal sempurnakanlah.
(Muttafaq'alaih).
Berdo`a disaat masuk dan keluar masjid.
Disunatkan bagi orang yang masuk
masjid mendahulukan kaki kanan, kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam lalu mengucapkan:
"(Ya Allah, bukakanlah bagiku
pintu-pintu rahmat-Mu)"
Dan bila keluar mendahulukan kaki
kiri, lalu bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam kemudian membaca
do`a:
"(Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon bagian dari karunia-Mu)". (HR. Muslim).
Disunnatkan melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid bila
telah masuk masjid.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Apabila seorang di antara kamu
masuk masjid hendaklah shalat dua raka`at sebelum duduk". (Muttafaq
alaih).
Dilarang berjual-beli dan mengumumkan barang hilang di dalam
masjid.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Apabila kamu melihat orang yang
menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid, maka doakanlah "Semoga Allah
tidak memberi keuntungan bagimu". Dan apabila kamu melihat orang yang
mengumumkan barang hilang, maka do`akanlah "Semoga Allah tidak
mengembalikan barangmu yang hilang". (HR. At-Turmudzi dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Dilarang masuk ke masjid bagi orang makan bawang putih,
bawang merah atau orang yang badannya berbau tidak sedap.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Barangsiapa yang memakan bawang
putih, bawang merah atau bawang daun, maka jangan sekali-kali mendekat ke
masjid kami ini, karena malaikat merasa terganggu dari apa yang dengan-nya
manusia terganggu". (HR. Muslim). Dan termasuk juga rokok dan bau lain
yang tidak sedap yang keluar dari badan atau pakaian.
Dilarang keluar dari masjid sesudah adzan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Apabila tukang adzan telah
adzan, maka jangan ada seorangpun yang keluar sebelum shalat". (HR.
Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak lewat di depan orang yang sedang shalat, dan
disunnatkan bagi orang yang sholat menaroh batas di depannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Kalau sekiranya orang yang lewat
di depan orang yang sedang sholat itu mengetahui dosa perbuatannya, niscaya ia
berdiri dari jarak empat puluh itu lebih baik baginya daripada lewat di
depannya". (Muttafaq alaih).
Tidak menjadikan masjid sebagai jalan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Janganlah kamu menjadikan masjid
sebagai jalan, kecuali (sebagai tempat) untuk berzikir dan shalat". (HR.
Ath-Thabrani, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Tidak menyaringkan suara di dalam masjid dan tidak
mengganggu orang-orang yang sedang shalat. Termasuk perbuatan mengganggu orang
shalat adalah membiarkan Handphone anda dalam keadaan aktif di saat
shalat.
Hendaknya wanita tidak memakai farfum atau berhias bila akan
pergi ke masjid.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Apabila salah seorang di antara
kamu (kaum wanita) ingin shalat di masjid, maka janganlah menyentuh
farfum". (HR. Muslim).
Orang yang junub, wanita haid atau nifas tidak boleh masuk
masjid.
Allah berfirman:
"(Dan jangan pula menghampiri
masjid), sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga
kamu mandi". (an-Nisa: 43).
`Aisyah Radhiallaahu anha
meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda
kepadanya:
"Ambilkan buat saya kain alas
dari masjid". Aisyah menjawab: Sesungguhnya aku haid? Nabi bersabda:
"Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu". (HR. Muslim).
Sebaiknya orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan sudah
berwudhu, suci pakaiannya, badannya dan tempatnya serta telah bergosok
gigi.
Hendaknya memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas,
karena hal tersebut lebih dapat konsentrasi dan jiwa lebih tenang.
Hendaknya memulai tilawah dengan ta`awwudz, kemudian
basmalah pada setiap awal surah selain selain surah At-Taubah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
"Apabila kamu akan mem-baca
al-Qur'an, maka memohon perlindungan-lah kamu kepada Allah dari godaan syetan
yang terkutuk". (An-Nahl: 98).
Hendaknya selalu memperhatikan hukum-hukum tajwid dan
membunyikan huruf sesuai dengan makhrajnya serta membacanya dengan tartil
(perlahan-lahan).
Allah
berfirman yang Subhanahu wa Ta'ala artinya:
"Dan Bacalah Al-Qur'an itu dengan
perlahan-lahan". (Al-Muzzammil: 4).
Disunnatkan memanjangkan bacaan dan memperindah suara di
saat membacanya.
Anas bin Malik Radhiallaahu anhu
pernah ditanya: Bagaimana bacaan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam (terhadap
Al-Qur'an)? Anas menjawab:
"Bacaannya panjang (mad),
kemudian Nabi membaca "Bismillahirrahmanirrahim" sambil memanjangkan
Bismillahi, dan memanjangkan bacaan ar-rahmani dan memanjangkan bacaan
ar-rahim". (HR. Al-Bukhari).
Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam juga bersabda:
"Hiasilah suara kalian dengan
Al-Qur'an". (HR. Abu Daud, dan dishahih-kan oleh Al-Albani).
Hendaknya membaca sambil merenungkan dan menghayati makna
yang terkandung pada ayat-ayat yang dibaca, berinteraksi dengannya, sambil
memohon surga kepada Allah bila terbaca ayat-ayat surga, dan berlindung kepada
Allah dari neraka bila terbaca ayat-ayat neraka.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
"Ini adalah sebuah kitab yang
Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran." (Shad: 29).
Dan di dalam hadits Hudzaifah ia
menuturkan:
"......Apabila Nabi terbaca ayat
yang mengandung makna bertasbih (kepada Allah) beliau bertasbih, dan apabila
terbaca ayat yang mengandung do`a, maka beliau berdo`a, dan apabila terbaca
ayat yang bermakna meminta perlindungan (kepada Allah) beliau memohon
perlindungan". (HR. Muslim). Allah berfirman yang artinya:
Hendaknya mendengarkan bacaan Al-Qur'an dengan baik dan
diam, tidak berbicara.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
"Dan apabila Al-Qur'an dibacakan,
maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
men-dapat rahmat". (Al-A`raf: 204).
Hendaklah selalu menjaga al-Qur'an dan tekun membacanya dan
mempelajarinya (bertadarus) hingga tidak lupa.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Peliharalah Al-Qur'an baik-baik,
karena demi Tuhan yang diriku berada di tangan-Nya, ia benar-benar lebih liar
(mudah lepas) dari pada unta yang terikat di tali kendalinya". (HR.
Al-Bukhari).
Hendaknya tidak menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan
suci.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
berfirman yang artinya:
"Tidak akan menyentuhnya kecuali
orang-orang yang disucikan". (Al-Waqi`ah: 79).
Boleh bagi wanita haid dan nifas membaca al-Qur'an dengan
tidak menyentuh mushafnya menurut salah satu pendapat ulama yang lebih kuat,
karena tidak ada hadits shahih dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
yang melarang hal tersebut.
Disunnatkan menyaringkan bacaan Al-Qur'an selagi tidak ada
unsur yang negatif, seperti riya atau yang serupa dengannya, atau dapat
mengganggu orang yang sedang shalat, atau orang lain yang juga membaca
Al-Qur'an.
Termasuk sunnah adalah berhenti membaca bila sudah ngantuk.
karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
" Apabila salah seorang kamu
bangun di malam hari, lalu lisannya merasa sulit untuk membaca Al-Qur'an hingga
tidak menyadari apa yang ia baca, maka hendaknya ia berbaring (tidur)".
(HR. Muslim).
Terlebih dahulu sebelum berdo`a hendaknya memuji kepada
Allah kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam pernah mendengar seorang lelaki sedang berdo`a di dalam shalatnya, namun
ia tidak memuji kepada Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam maka Nabi bersabda kepadanya:
"Kamu telah tergesa-gesa wahai
orang yang sedang shalat. Apabila anda selesai shalat, lalu kamu duduk, maka
memujilah kepada Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, dan bershalawatlah
kepadaku, kemudian berdo`alah". (HR. At-Turmudzi, dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Mengakui dosa-dosa, mengakui kekurangan (keteledoran diri)
dan merendahkan diri, khusyu', penuh harapan dan rasa takut kepada Allah di
saat anda berdo`a.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
"Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera di dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan
yang baik dan mereka berdo`a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu` kepada Kami". (Al-Anbiya': 90).
Berwudhu' sebelum berdo`a, menghadap Kiblat dan mengangkat
kedua tangan di saat berdo`a.
Di dalam hadits Abu Musa
Al-Asy`ari Radhiallaahu anhu disebutkan bahwa setelah Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam selesai melakukan perang Hunain :
" Beliau minta air lalu berwudhu,
kemudian mengangkat kedua tangannya; dan aku melihat putih kulit ketiak
beliau". (Muttafaq'alaih).
Benar-benar (meminta sangat) di dalam berdo`a dan berbulat
tekad di dalam memohon.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Apabila kamu berdo`a kepada
Allah, maka bersungguh-sungguhlah di dalam berdo`a, dan jangan ada seorang kamu
yang mengatakan :Jika Engkau menghendaki, maka berilah aku", karena
sesungguhnya Allah itu tidak ada yang dapat memaksanya". Dan di dalam satu
riwayat disebutkan: "Akan tetapi hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam
memohon dan membesarkan harapan, karena sesungguhnya Allah tidak merasa berat
karena sesuatu yang Dia berikan". (Muttafaq'alaih).
Menghindari do`a buruk terhadap diri sendiri, anak dan
harta.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Jangan sekali-kali kamu
mendo`akan buruk terhadap diri kamu dan juga terhadap anak-anak kamu dan pula
terhadap harta kamu, karena khawatir do`a kamu bertepatan dengan waktu dimana
Allah mengabulkan do`amu". (HR. Muslim).
Merendahkan suara di saat berdo`a.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia,
kasihanilah diri kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berdo`a kepada yang tuli
dan tidak pula ghaib, sesungguhnya kamu berdo`a (memohon) kepada Yang Maha
Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia selalu menyertai kamu". (HR.
Al-Bukhari).
Berkonsentrasi di saat berdo`a.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
"Berdo`alah kamu kepada Allah
sedangkan kamu dalam keadaan yakin dikabulkan, dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah tidak mengabulkan do`a dari hati yang lalai". (HR.
At-Turmudzi dan dihasankan oleh Al-Albani).
Tidak memaksa bersajak di dalam berdo`a.
Ibnu Abbas pernah berkata kepada
`Ikrimah:
"Lihatlah sajak dari do`amu, lalu
hindarilah ia, karena sesungguhnya aku memperhatikan Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam dan para shahabatnya tidak melakukan hal tersebut".(HR.
Al-Bukhari)..
Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
Allah Shallallaahu alaihi wa Sallam
berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. (Al-Baqarah: 172).
Yang baik disini artinya adalah yang halal.
Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar
bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan
minummu itu.
Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu
kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada
di tanganmu.
Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang
ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di
dalam haditsnya menuturkan:
“Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan
dan jika tidak, maka ia tinggalkan”. (Muttafaq’alaih).
Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan
menyungkur.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda;
“Aku tidak makan sedangkan aku
menyandar”. (HR. al-Bukhari).
Dan di dalam haditsnya, Ibnu Umar
Radhiallaahu anhu menuturkan:
“Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah melarang dua tempat makan, yaitu duduk di meja tempat minum khamar
dan makan sambil menyungkur”. (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari
emas dan perak.
Di dalam hadits Hudzaifah dinyatakan di antaranya bahwa Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:
“... dan janganlah kamu minum dengan
menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan
dengan piring yang terbuat darinya, karena keduanya untuk mereka (orang kafir)
di dunia dan untuk kita di akhirat kelak”. (Muttafaq’alaih).
Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca
Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Apabila seorang diantara kamu makan,
hendaklah menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan jika lupa menyebut nama
Allah Subhanahu wa Ta'ala pada awalnya maka hendaknya mengatakan : Bismillahi
awwalihi wa akhirihi”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Adapun mengakhirinya dengan Hamdalah,
karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah sangat meridhai
seorang hamba yang apabila telah makan suatu makanan ia memuji-Nya dan apabila
minum minuman ia pun memuji-Nya”. (HR. Muslim).
Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang
ada di depanmu.
Rasulllah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda Kepada Umar bin Salamah:
“Wahai anak, sebutlah nama Allah dan
makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang di depanmu.
(Muttafaq’alaih).
Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya.
Diriwayatkan dari Ka`ab bin Malik
dari ayahnya, ia menuturkan:
“Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam makan dengan tiga jari dan ia menjilatinya sebelum mengelapnya”. (HR.
Muslim).
Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan membuang
bagian yang kotor darinya lalu memakannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Apabila suapan makan seorang kamu
jatuh hendaklah ia mengambilnya dan membuang bagian yang kotor, lalu makanlah
ia dan jangan membiarkannya untuk syetan”. (HR. Muslim).
Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat
minum.
Hadits Ibnu Abbas menuturkan
“Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR.
At-Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.
Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda:
“Tiada tempat yang yang lebih buruk
yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang
beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka
sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minu-mannya dan sepertiga lagi
untuk bernafas”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka
orang-orang yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan
matanya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka
menjadi malu.
Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di
dalam majlis ada orang yang lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua atau
mempunyai kedudukan, karena hal tersebut bertentangan dengan etika.
Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain
bisa merasa jijik, seperti mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan
kepalamu kepada tempat makanan di saat makan, atau berbicara dengan nada-nada
yang mengandung makna kotor dan menjijikkan.
Jangan minum langsung dari bibir bejana,
berdasarkan hadits Ibnu Abbas beliau
berkata,
“Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
melarang minum dari bibir bejana wadah air.” (HR. Al Bukhari)
Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur,
karena di dalam hadits Anas
disebutkan
“Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam melarang minum sambil berdiri”. (HR. Muslim).
Untuk orang yang mengundang:
Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang
yang fasiq.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Janganlah kamu bersahabat kecuali
dengan seorang mu`min, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang
bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan
mengabaikan orang-orang fakir.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersbda:
“Seburuk-buruk makanan adalah makanan
pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa
orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).
Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga
dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam dan membahagiakan teman-teman sahabat.
Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu.
Di dalam hadits Anas Radhiallaahu
anhu ia menuturkan:
“Pada suatu ketika kami ada di sisi
Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri
repot).” (HR. Al-Bukhari)
Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini
bertentangan dengan kewibawaan.
Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi
tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara
ramah.
Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena
yang demikian itu berarti menghormatinya.
Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hidangan) sebelum
tamu selesai menikmati jamuan.
Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini
menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
Bagi tamu :
Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya
kecuali ada udzur,
karena hadits Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam mengatakan:
“Barangsiapa yang diundang kepada
walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. Muslim).
Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir
dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu
merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi
hadirlah pada waktunya,
karena hadits yang bersumber dari
Jabir Shallallaahu alaihi wa Sallam menyebutkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:
”Barangsiapa yang diundang untuk
jamuan sedangkan ia berpuasa, maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka
makanlah dan jika tidak, tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini
memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat
yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap.
Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan
rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang
apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai
menyantap hidangannya.
Dan di antara do`a yang ma’tsur
adalah :
أَفْطَرَ
عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ
عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ.
“Orang yang berpuasa telah berbuka puasa
padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikan
telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani).
اَللَّهُمَّ
بَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ، وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ .
اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِيْ وَاسْقِ مَنْ سَقَانِيْ.
“Ya
Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi mereka apa
yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan orang yang
telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang memberi kami minum”.
Untuk
orang yang berkunjung (menjenguk):
Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu
yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan
berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
Hendaknya mendekat kepada si sakit dan menanyakan keadaan
dan penyakit yang dirasakannya, seperti mengatakan: “Bagaimana kamu rasakan
keadaanmu?”. Sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam.
Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah, selamat
dan disehatkan.
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu
telah meriwayat-kan bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila
beliau menjenguk orang sakit, ia mengucapkan:
“Tidak
apa-apa. Sehat (bersih) insya Allah”. (HR. Al-Bukhari).
Dan berdo`a tiga kali
sebagai-mana dilakukan oleh Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam.
Mengusap si sakit dengan tangan kanannya, dan berdo`a:
“Hilangkanlah
kesengsaraan (penyakitnya) wahai Tuhan bagi manusia, sembuhkanlah, Engkau Maha
Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
meninggalkan penyakit”. (Muttafaq’alaih).
Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan jangan mengatakan “tidak akan cepat sembuh”, dan
hendaknya tidak mengharapkan kematiannya sekalipun penyakitnya sudah kronis.
Hendaknya mentalkinkan kalimat Syahadat bila ajalnya akan
tiba, memejamkan kedua matanya dan mendo`akan-nya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda:
“Talkinlah
orang yang akan meninggal di antara kamu “La ilaha illallah”. (HR. Muslim).
Untuk orang yang sakit:
Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal
shalih.
Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia
sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah lainnya, dan
bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan untuk
menyiksanya dan tidak membutuhkan ketaatannya
Hendaknya cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-kezhaliman
yang dilakukan olehnya, dan segera mem-bayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban
kepada pemiliknya, dan menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.
Memperbanyak zikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an dan beristighfar
(minta ampun).
Mengharap pahala dari Allah dari musibah (penyakit) yang
dideritanya, karena dengan demikian ia pasti diberi pahala.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Apa saja yang menimpa seorang mu’min
baik berupa kesedihan, kesusahan, keletihan dan penyakit, hingga duri yang
menusuknya, melainkan Allah meninggikan karenanya satu derajat baginya dan
mengampuni kesalahannya karenanya”. (Muttafaq’alaih).
Berserah diri
dan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan berkeyakinan bahwa kesembuhan
itu dari Allah, dengan tidak melupakan usaha-usaha syar`i untuk kesembuhannya,
seperti berobat dari penyakitnya.
Segera merawat janazah dan mengebumikannya untuk meringankan
beban keluarganya dan sebagai rasa belas kasih terhadap mereka.
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di
dalam haditsnya menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda:
“Segeralah (di dalam mengurus)
jenazah, sebab jika amal-amalnya shalih, maka kebaikanlah yang kamu berikan
kepadanya; dan jika sebaliknya, maka keburukan-lah yang kamu lepaskan dari
pundak kamu”. (Muttafaq alaih).
Tidak menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan
tidak merobek-robek baju.
Karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda:
“Bukan golongan kami orang yang
memukul-mukul pipinya dan merobek-robek bajunya, dan menyerukan kepada seruan
jahiliyah”. (HR. Al-Bukhari).
Disunatkan mengantar janazah hingga dikubur.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersada:
“Barangsiapa yang menghadiri janazah
hingga menshalatkannya, maka baginya (pahala) sebesar qirath; dan barangsiapa
yang menghadirinya hingga dikuburkan maka baginya dua qirath”. Nabi ditanya:
“Apa yang disebut dua qirath itu?”. Nabi menjawab: “Seperti dua gunung yang
sangat besar”. (Muttafaq’alaih).
Memuji si mayit (janazah) dengan mengingat dan menyebut
kebaikan-kebaikannya dan tidak mencoba untuk menjelek-jelekkannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
”Janganlah kamu mencaci-maki
orang-orang yang telah mati, karena mereka telah sampai kepada apa yang telah
mereka perbuat”. (HR. Al-Bukhari).
Memohonkan ampun untuk janazah setelah dikuburkan.
Ibnu Umar Radhiallaahu anhu
pernah berkata:
“Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam apabila selesai mengubur janazah, maka berdiri di atasnya dan bersabda:”Mohonkan
ampunan untuk saudaramu ini, dan mintakan kepada Allah agar ia diberi
keteguhan, karena dia sekarang akan ditanya”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan
oleh Albani).
Disunatkan menghibur keluarga yang berduka dan memberikan
makanan untuk mereka.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda:
“Buatkanlah makanan untuk keluarga
Ja`far, karena mereka sedang ditimpa sesuatu yang membuat mereka sibuk”. (HR.
Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Disunnatkan berta`ziah kepada keluarga korban dan
menyarankan mereka untuk tetap sabar, dan mengatakan kepada mereka:
“Sesungguhnya milik Allahlah apa yang
telah Dia ambil dan milik-Nya jualah apa yang Dia berikan; dan segala sesuatu
disisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya. Maka hendaklah kamu bersabar dan mengharap
pahala dari-Nya”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan bagi
orang yang berniat untuk melakukan perjalan jauh (safar) beristikharah terlebih
dahulu kepada Allah mengenai rencana safarnya itu, dengan sholat dua raka`at di
luar shalat wajib, lalu berdo`a dengan do`a istikharah.
Hendaknya bertobat kepada Allah Shallallaahu alaihi wa
Sallam dari segala kemaksiatan yang pernah ia lakukan dan meminta ampun
kepada-Nya dari segala dosa yang telah diperbuatnya, sebab ia tidak tahu apa
yang akan terjadi di balik kepergiannya itu.
Hendaknya ia mengembalikan barang-barang yang bukan haknya
dan amanat-amanat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, membayar hutang
atau menyerahkannya kepada orang yang akan melunasinya dan berpesan kebaikan
kepada keluarganya.
Membawa perbekalan secukupnya, seperti air, makanan dan
uang.
Disunnatkan bagi musafir pergi dengan ditemani oleh teman
yang shalih selama perjalanannya untuk meringankan beban diperjalananya dan
menolongnya bila perlu.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda:
“Kalau sekiranya manusia mengetahui
apa yang aku ketahui di dalam kesendirian, niscaya tidak ada orang yang
menunggangi kendaraan (musafir) yang berangkat di malam hari sendirian”. (HR.
Al-Bukhari)
Disunnatkan bagi para musafir apabila jumlah mereka lebih
dari tiga orang mengangkat salah satu dari mereka sebagai pemimpin (amir),
karena hal tersebut dapat mempermudah pengaturan urusan mereka.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Apabila tiga orang keluar untuk
safar, maka hendaklah mereka mengangkat seorang amir dari mereka”. (HR. Abu
Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Disunnatkan berangkat safar pada pagi (dini) hari dan sore
hari, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Ya Allah, berkahilah bagi ummatku di
dalam kediniannya”. Dan
juga bersabda: “Hendaknya kalian memanfaatkan waktu senja, karena bumi
dilipat di malam hari”. (Keduanya diriwayat-kan oleh Abu Daud dan dishahihkan
oleh Al-Albani).
Disunatkan bagi musafir apabila akan berangkat mengucapkan
selamat tinggal kepada keluarga, kerabat dan teman-temannya,
sebagaimana dilakukan oleh
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
dan dia sabdakan:
“Aku titipkan kepada Allah agamamu,
amanatmu dan penutup-penutup amal perbuatanmu”. (HR. At-Turmudzi, dishahihkan
oleh Al-Albani).
Apabila si musafir akan naik kendaraannya, baik berupa mobil
atau lainnya, maka hendaklah ia membaca basmalah; dan apabila telah berada di
atas kendaraannya hendaklah ia bertakbir tiga kali, kemudian membaca do`a safar
berikut ini:
“Maha Suci Tuhan yang telah
menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami; Ya Allah,
sesungguhnya kami memohon kepadamu di dalam perjalanan kami ini kebajikan dan
ketaqwaan, dan amal yang Engkau ridhai; Ya Allah, mudahkanlah perjalannan ini
bagi kami dan dekatkanlah kejauhannya; Ya Allah, Engkau adalah Penyerta kami di
dalam perjalanan ini dan Pengganti kami di keluarga kami; Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari bencana safar dan kesedihan
pemandangan, dan keburukan tempat kembali pada harta dan keluarga”. (HR.
Muslim).
Disunnatkan bertakbir di saat jalan menanjak dan bertasbih
di saat menurun,
karena ada hadits Jabir yang
menuturkan:
“Apabila (jalan) kami menanjak, maka
kami bertakbir, dan apabila menurun maka kami bertasbih”. (HR. Al-Bukhari).
Disunnatkan bagi musafir selalu berdo`a di saat
perjala-nannya, karena do`anya mustajab (mudah dikabulkan).
Apabila si musafir
perlu untuk bermalam atau beristirahat di tengah perjalanannya, maka hendaknya
menjauh dari jalan;
karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila kamu hendak mampir untuk
beristirahat, maka menjauhlah dari jalan, karena jalan itu adalah jalan
binatang melata dan tempat tidur bagi binatang-binatang di malam hari”. (HR.
Muslim).
Apabila musafir telah sampai tujuan dan menunaikan
keperluannya dari safar yang ia lakukan, maka hendaknya segera kembali ke
kampung halamannya.
Di dalam hadits Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu disebutkan diantaranya:
“......Apabila salah seorang kamu
telah menunaikan hajatnya dari safar yang dilakukannya, maka hendaklah ia
segera kembali ke kampung halamannya”. (Muttafaq’ alaih).
Disunnatkan pula bagi si musafir apabila ia kembali ke
kampung halamannya untuk tidak masuk ke rumahnya di malam hari, kecuali jika
sebelumnya diberi tahu terlebih dahulu.
Hadits Jabir menuturkan :
”Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
melarang seseorang mengetuk rumah (membangunkan) keluarganya di malam hari”.
(Muttafaq’alaih).
Disunnatkan bagi musafir di saat kedatangannya pergi ke
masjid terlebih dahulu untuk shalat dua rakaat.
Ka`ab bin Malik meriwayatkan:
“Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam apabila datang dari perjalanan (safar), maka ia langsung menuju masjid
dan di situ ia shalat dua raka`at”. (Muttafaq’ alaih).
Ceklah dengan baik nomor telepon yang akan anda hubungi
sebelum anda menelpon agar anda tidak mengganggu orang yang sedang tidur atau
mengganggu orang yang sedang sakit atau merisaukan orang lain.
Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon,
karena manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga mempunyai
waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena
khawatir orang yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan penting
atau mempunyai janji dengan orang lain.
Hendaknya wanita tidak memperindah suara di saat ber-bicara
(via telpon) dan tidak berbicara melantur dengan laki-laki.
Allah berfirman yang artinya:
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah
perkataan yang baik”. (Al-Ahzab: 32).
Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan berbicara diluar
kebiasaan dan tidak melantur berbicara dengan lawan jenisnya via telepon, apa
lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara, memperlembut dan lain
sebagainya.
Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan
Assalamu`alaikum, karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu ia harus
memulai pembicaraannya dengan salam dan juga menutupnya dengan salam.
Tidak memakai telpon orang lain kecuali seizin pemiliknya,
dan itupun bila terpaksa.
Tidak merekam pembicaraan lawan bicara kecuali seizin
darinya, apapun bentuk pembicaraannya. Karena hal tersebut merupakan tindakan
pengkhianatan dan mengungkap rahasia orang lain, dan inilah tipu muslihat. Dan
apabila rekaman itu kamu sebarluaskan maka itu berarti lebih fatal lagi dan
merupakan penodaan terhadap amanah. Dan termasuk di dalam hal ini juga adalah
merekam pembicaraan orang lain dan apa yang terjadi di antara mereka. Maka, ini
haram hukumnya, tidak boleh dikerjakan!
Tidak menggunakan telepon untuk keperluan yang negatif,
karena telepon pada hakikatnya adalah nikmat dari Allah yang Dia berikan kepada
kita untuk kita gunakan demi memenuhi keperluan kita. Maka tidak selayaknya
jika kita menjadikannya sebagai bencana, menggunakannya untuk mencari-cari
kejelekan dan kesalahan orang lain dan mencemari kehormatan mereka, dan
menyeret kaum wanita ke jurang kenistaan. Ini haram hukumnya, dan pelakunya
layak dihukum.
Merayu istri dan bercanda dengannya di saat santai berduaan.
Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam selalu bercanda, tertawa dan merayu istri-istrinya.
Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Apabila salah seorang kamu menikahi
seorang wanita, maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, dan bacalah bimillah
lalu mohon berkahlah kepada Allah, dan hendaknya ia membaca:
“(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan sifat yang ada padanya; dan aku
berlindung kepada-Mu dari keburukanya dan keburukan sifat yang ada padanya)”
(HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al-Albani).
Disunnahkan bagi kedua mempelai melakukan shalat dua raka`at
bersama, karena hal tersebut dinukil dari kaum salaf.
Membaca basmalah sebelum melakukan jima`.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Kalau sekiranya seorang di antara
kamu hendak bersenggama dengan istrinya membaca :
“(Dengan menyebut nama Alllah, ya
Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau
rizkikan kepada kami), maka sesungguhnya jika keduanya dikaruniai anak dari
persenggamaannya itu, niscaya ia tidak akan dibahayakan oleh setan
selama-lamanya” (Muttafaq alaih).
Jika sang suami ingin bersenggama lagi, maka dianjurkan
berwudhu terlebih dahulu,
karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila salah seorang kamu telah
bersetubuh dengan istrinya, lalu ingin mengulanginya kembali maka hendaklah ia
berwudhu”. (HR. Muslim).
Disunatkan bagi
kedua suami istri berwudhu sebelum tidur sesudah melakukan jima`,
karena hadits Aisyah menuturkan :
”Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam apabila beliau hendak makan atau tidur sedangkan ia junub, maka beliau
mencuci kemaluannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat”
(Muttafaq’alaih).
Haram bagi suami menyetubuhi istrinya di saat ia sedang haid
atau menyetubuhi duburnya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
Barangsiapa yang melakukan persetubuhan
terhadap wanita haid atau wanita pada duburnya, atau datang kepada dukun
(tukang sihir) lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia
telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. (HR. Al-Arba`ah dan
dishahihkan oleh Al-Alnbani).
Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan
keduanya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Sesungguh-nya manusia yang paling
buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang lelaki yang
berhubungan dengan istrinya (jima`), kemudian ia menyebarkan rahasianya”. (HR.
Muslim).
Hendaknya masing-masing saling bergaul dengan baik, dan
melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya:
“Dan para istri mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut yang ma`ruf”. (Al-Baqarah: 228).
Hendaknya suami berlaku lembut dan bersikap baik terhadap
istrinya dan mengajarkan sesuatu yang dipan-dang perlu tentang masalah
agamanya, serta menekankan apa-apa yang diwajib Allah terhadapnya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda:
“Ingatlah, berpesan baiklah selalu kepada
istri, karena sesungguhnya mereka adalah tawanan disisi kalian....” (HR.
Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Hendaknya istri selalu ta`at kepada suaminya sesuai
kemampuannya asal bukan dalam hal kemaksiatan, dan hendaknya tidak mematuhi
siapapun dari keluarganya bila tidak disukai oleh suami dan bertentangan dengan
kehendaknya, dan hendaknya istri tidak menolak ajakan suami bila mengajaknya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Apabila suami mengajak istrinya ke
tempat tidutrnya lalu ia tidak memenuhi ajakannya, lalu sang suami tidur dalam
keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknat wanita tersebut hingga pagi”.
(Muttafaq alaih).
Hendaknya suami berlaku adil terhadap istri-istrinya di
dalam masalah-masalah yang harus bertindak adil.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Barangsiapa mempunyai dua istri, lalu
ia lebih cenderung kepada salah satunya, niscaya ia datang di hari Kiamat kelak
dalam keadaan sebelah badannya miring”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Hendaknya berdzikir kepada Allah di saat masuk ke pasar,
karena Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang masuk ke pasar lalu
membaca:
“(Tiada tuhan yang berhak disembah
selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah kerajaan, dan
kepunyaan-Nyalah segala pujian, Dia yang menghidupkan dan yang mematikan, dan
Dia Maha Hidup tidak akan mati; di tangan-Nyalah segala kebaikan, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu), maka Allah mencatat sejuta kebajikan baginya, dan
menghapus sejuta dosa darinya, dan Dia tinggikan baginya sejuta derajat dan Dia
bangunkan satu istana baginya di dalam surga”. (HR. Ahmad dan At-Turmudzi, di
nilai hasan oleh Al-Albani).
Tidak menyaringkan suara dengan berbagai pertengkaran dan
perdebatan.
Di antara sifat kepribadian Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah Bahwasanya beliau bukanlah seorang yang
keras kepala atau keras hati dan bukan pula orang yang suka teriak-teriak di
pasar dan juga bukan orang yang membalas keburukan dengan keburukan, akan
tetapi ia mema`afkan dan mengampuni’. (HR. Al-Bukhari).
Menjaga kebersihan pasar.
Pasar tidak boleh dicemari dengan
kotoran dan sampah, karena hal tersebut dapat melumpuhkan arus jalanan dan
menjadi sumber bau busuk yang mengganggu.
Menjaga agar selalu memenuhi akad dan janji serta
kesepakatan-kesepakatan di antara dua belah fihak (pembeli dan penjual).
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman,
penuhilah akad-akad itu”. (Al-Ma’idah : 1)
Mengukuhkan jual beli dengan persaksian atau catatan
(dokumentasi),
karena Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah berfirman yang artinya:
“Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli”. (Al-Baqarah: 282).
Bersikap ramah dan memberikan kemudahan di dalam proses jual
beli.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Allah akan belas kasih kepada seorang
hamba yang ramah apabila menjual, ramah apabila membeli dan ramah apabila
memberikan keputusan”. (HR. Al-Bukhari).
Jujur, terbuka dan tidak menyembunyikan cacat barang jualan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Seorang muslim itu adalah saudara
muslim lainnya, maka tidak halal bagi seorang muslim membeli dari saudaranya
suatu pembelian yang ada cacatnya kecuali telah dijelaskannya terlebih dahulu”.
(HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Jangan mudah mengobral sumpah di dalam berjual beli.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Hindarilah banyak bersumpah di dalam
berjual-beli, karena sumpah itu dapat menghabiskan (barang) kemudian
membatalkan (barakahnya)”. (HR. Muslim).
Menghindari penipuan, kecurangan dan pengkaburan serta
berlebih-lebihan di dalam menarik keuntungan.
Telah diriwayatkan bahwa
sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah menjumpai setumpuk
makanan, maka Nabi memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tersebut, maka
jari-jemarinya basah. Maka beliau bersabda:
“Apa ini, wahai si pemilik makanan?”
Pemilik makanan menjawab :Terkena hujan, wahai Rasulullah. Maka Nabi bersabda:
“Kenapa bagian yang basah tidak kamu letakkan di paling atas agar dilihat oleh
manusia? Barangsiapa yang curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan
kami”. (HR. Muslim).
Menghindari perbuatan curang di dalam menakar atau menimbang
barang dan tidak menguranginya.
Allah berfirman yang artinya:
“Celakalah bagi orang-orang yang
curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi”. (Al-Muthaffifin : 1-3).
Menghindari riba, penimbunan barang dan segala perbuatan
yang dapat merugikan orang banyak.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Allah mengutuk (melaknat) pemakan
riba, pemberinya, saksi dan penulisnya”. (HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Tidak akan menimbun barang kecuali orang yang
salah “. (HR. Muslim).
Membersihkan pasar dari segala barang yang haram
diperjual-belikan.
Menghindari promosi-promosi palsu yang bertujuan menarik
perhatian pembeli dan mendorongnya untuk membeli,
karena Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam telah melarang najasy. (Muttafaq’alaih). Najasy adalah semacam promosi
palsu.
Hindarilah penjulan barang rampasan (hasil ghashab) dan
curian.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu”. (Al-Nisa: 29).
Menundukkan pandangan mata dari wanita dan menghindar dari
percampurbauran dan berdesak-desakan dengan mereka.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya:
“Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya;
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; (An-Nur: 30-31).
Selalu menjaga syi`ar-syi`ar agama (shalat berjama`ah,
dll.), tidak melalaikan shalat berjama`ah karena berjual-beli.
Maka sebaik-baik manusia adalah
orang yang keduniaannya tidak membuatnya lalai terhadap masalah-masalah
akhiratnya atau sebaliknya. Allah berfirman yang artinya:
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari)
mendirikan shalat, dan (dari) menunaikan zakat”. (An-Nur: 37).
Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu :
“....Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya”. Dan di dalam riwayat
lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap tetangganya”.
(Muttafaq’alaih).
Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita,
tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak
boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal
tersebut menyakiti perasaannya.
Hendaknya Kita memelihara hak-haknya di saat mereka tidak di
rumah. Kita jaga harta dan kehormatan mereka dari tangan-tangan orang jahil;
dan hendaknya kita ulurkan tangan bantuan dan pertolongan kepada mereka yang
membutuhkan, serta memalingkan mata kita dari wanita mereka dan merahasiakan
aib mereka.
Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka,
seperti suara radio atau TV, atau mengganggu mereka dengan melempari halaman
mereka dengan kotoran, atau menutup jalan bagi mereka.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda:
“Demi Allah, tidak beriman; demi Allah, tidak
beriman; demi Allah, tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai Rasulullah? Nabi
menjawab: “Adalah orang yang tetangganya tidak merasa tentram karena
perbuatan-nya”. (Muttafaq’alaih).
Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada
mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang
munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau
menjelek-jelekkan mereka.
Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga
kita.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda kepada Abu Dzarr:
“Wahai Abu Dzarr, apabila kamu memasak
sayur (daging kuah), maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu”. (HR.
Muslim).
Hendaknya kita turut bersuka cita di dalam kebahagiaan
mereka dan berduka cita di dalam duka mereka; kita jenguk bila ia sakit, kita
tanyakan apabila ia tidak ada, bersikap baik bila menjumpainya; dan hendaknya
kita undang untuk datang ke rumah. Hal-hal seperti itu mudah membuat hati
mereka jinak dan sayang kepada kita.
Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan
mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak
memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap
kita.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
“Ada
tiga kelompok manusia yang dicintai Allah.... –Disebutkan di antaranya-
:Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh
tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh
kematian atau keberangkatannya”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
0 komentar:
Posting Komentar